Rabu, 21 Desember 2011

Melihat Budaya Dari Teater

Teater studio Indonesia kolaborasi dengan teater Cafa Ide UNTIRA yang berjudul “BIONARASI TUBUH BERBELAH” karya sutradara Nandang Aradea yang berlangsung  pada tanggal 12 Desember 2011 di kampus UNTIRTA ( Universitas Negeri Sultan Agung Tirtayasa ) juga dipentaskan digaleri Nasional  Jakarta 16 Desember 2011.

            Theater ini menceritakan tentang kebudayaan dan jati diri Indonesia yang mulai terkikis dengan perubahan global. Theater ini tanpa verbal hanya ada suara nyinden saja dan pemainnya menggunakan kostum bambu. Panggung yang terbuat dari bambu karena melihat Indonesia zaman dulu spesifikasinya Jakarta itu masih menggunakan bambu sebagai alat yang dapat menunjang kehidupan. Mulai dari pembuatan rumah sampai alat perang Indonesia yang menggunakan bambu. Tapi karena dunia yang semakin berkembang jadilah menjadi “City”.

            Jadi Bionarasi tubuh terbelah ini tidak sedang melawan fenomena Jakarta “Maximum City” tetapi seperti refleksi yang membawa spirit dari bambu-bambu dengan tubuh tanpa persepsi suara, bunyi, gerak, nyanyan, ruang, fashion, pembesaran tubuh adalah tubuh yang mengalami dan tubuh yang berfikir. Pemain dalam theater ini adalah mahasiswa dan orang-orang yang bergelut didunia theater antara lain Sally Al Faqir, Dindin Saparudin, Desi Indriyani, Akrom Lay Almahzumi, Amaf M Liwa, Nahdo Sumarna, Achu Syamsudin, Saduri, Tege, Rahmat Dermawan, Safira Wiranda, Maesaro Atun.
           
Penonton yang hadir adalah kalangan seniman dan mahasiswa. Theater ini dapat dikatakan sebagai refleksi dari perkembangan dunia yang terus menggoroti bumi dan mahasiswa generasi penerus harus mengingat dasar mereka tidak mengikuti zaman tanpa dicerna terlebih dahulu banyak orang akan merasa hebat ketika memegang senjata tapi bambu juga bisa membunuh orang. Penonton yang hadir berkisar kurang lebih 300 orang pada pementasan pertama.

            Sebenarnya theater ini cukup sulit dicerna karena terlalu banyak memainkan semiotika sistem tanda jadi penonton harus cermat mengasosiasikan antara yang satu dengan yang lain kalau bagi kalangan seniman theater ini dapat dikatakan sebagai perkembangan dunia theater yang mengembalikan pemikiran dan sudut pandang pada si penikmat theater. Sang sutradara menyerahkan tafsiran dan simpilan kepada para penonton. Kalau dilihat dari karya-karya Nandang Aradea Beliau selalu menggauli dunia gerak bukan dialog seperti salah satu karyanya “Perempuan Gerabah”. Theater ini  bisa dikatakan keren karena sang penulis mengasosiasikan kebudayaa, adat dengan persepsi tubuh dan gerak bagaimana tubuh dapat merefleksikan suatu peristiwa. 

(Ghesta)
foto oleh: Ade


berita terkait:
Kebudayaan Indonesia saat ini melaluiTheater karya Nanda Aradea
Apa itu Theater
Theater Kebudayaan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar