Rabu, 21 Desember 2011

Theater Kebudayaan Indonesia

“Bionarasi tubuh terbelah, theater yang saya buat ini tidak sedang melawan pada fenomena Jakarta, Maximum City. Tetapi seperti refleksi yang membawa spirit arkhaik dari bambu-bambu dengan tubuh pada persepsi, suara, bunyi, gerak, wawasan, nyanyian, ruang, fashion, pembesaran tubuh adalah tubuh yang mengalami, adalah tubuh yang berfikir, adalah tubuh yang pada penumbuhan karakter”.

            Kaitan theater ini kembali kepada kebudayaan Indonesia yang mencintai alam, semua produk yang banyak dihasilkan dari alam. Sutradara mengambil bambu karena bambu dapat dimanfaatkan untuk beberapa properti yang dapat dibuat dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Kebudayaan menganyam bambu di Indonesia hampir punah tinggal sedikit di Jakarta dan banyak digantikan dengan gedung-gedung besi, kebudayaan betawi yang mayoritas pada dahulunya menggunakan rumah yang terbuat dari bambu atau kayu juga mulai punah mereka menggantikannya dengan desain modern.


            “Theater ini lahir dengan tubuh-tubuh tanpa persepsi ditengah pusaran kebangkrutan manusia, dan kematian bangsa. Hanyalah theater yang bionarasi” itu dapat disimpulkan sebagai tujuan atau harapan si penulis atau sutradara. Beliau merasa puas karena pada saat sesi tanya jawab dan diskusi selesai pementasan Beliau terlihat senang. Dilihat dari segi penonton theater lebih banyak ketimbang acara band pada waktu yang sama theater itu dipentaskan. Hal itu dapat dikatakan si penulis berhasil menangkap penonton untuk terjun langsung menggeluti karyanya.

(ghesta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar