Rabu, 21 Desember 2011

Hukuman Pancung jadi Tren di Arab Saudi?

Akhir-akhir ini seringkali saya menemukan berita tentang hukuman pancung yang sedang marak di Arab Saudi sebagai bentuk hukuman tindak perbuatan menyalahi aturan yang dijatuhkan oleh pemerintah negara kerajaan berhaluan keras tersebut.

Memang, Arab Saudi merupakan satu di antara negara-negara Islam yang paling ketat menerapkan hukuman mati (qisas) tersebut. Namun, benarkah hukuman ini dapat dijatuhkan pada tindak kejahatan apapun? Bagaimana seharusnya hukuman ini diterapkan?

Masih banyaknya pro dan kontra mengenai patut atau tidaknya hukuman ini diberlakukan menjadikannya polemik ditengah kisruhnya hukum yang berlaku saat ini. Beberapa lembaga internasional seperti Amnesti Internasional dan HAM PBB turut mengecam kebijakan hukuman mati ini karena dianggap terlalu mengerikan.

Berdasarkan data Amnesti Internasional, sebanyak 27 terpidana telah dihukum mati pada tahun 2010. Sementara di tahun sebelumnya, Arab Saudi telah mengeksekusi 67 orang. Sementara tahun ini, sedikitnya 73 orang telah dieksekusi dengan beragam kasus kriminal seperti pemerkosaan, pembunuhan, kemurtadan, perampokan bersenjata dan penyelundupan narkoba.

Dari kebanyakan kasus, mayoritas hukuman pancung dijatuhkan karena tuduhan ilmu hitam dan sihir. Padahal, menurut Philip Luther, Direktur Amnesti Internasional untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, tuduhan ilmu hitam dan sihir tidak ditetapkan sebagai kejahatan di Arab Saudi.

Namun, kita juga tidak bisa hanya mendengar satu pendapat saja. Disisi lain, ternyata Arab Saudi memiliki alasan kuat atas kebijakan yang mereka berlakukan. Menurut Nurul Irfan, pengajar Hukum Pidana Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Arab Saudi menerapkan langsung ayat Al Quran, Surat Al-Baqarah ayat 178.

Dalam ayat tersebut disebutkan kewajiban hukum qisas pada orang-orang yang terbunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya dari saudaranya sebagian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan tunaikan kepadanya dengan cara yang baik. Dari ayat ini, ada perkecualian hukum qisas yaitu apabila keluarga korban memaafkan. Sebagai pemaaf tersebut, pembunuh mengganti denda dengan 100 ekor unta, 40 diantaranya unta yang sedang hamil. Kalau dirupiahkan mencapai Rp 4,7 miliar.

Namun sekali lagi, pemberlakuan hukum qisas bukannya tanpa kritik. Menurut Irfan, hingga saat ini tidak ada hukum acara bagaimana cara pembuktian di peradilan. Mereka juga diskriminatif, jika pelaku adalah seorang non-Arab, maka hukuman qisas langsung diterapkan. Sementara jika pelaku adalah orang Arab, hukuman pancung masih jadi pertimbangan. Bahkan kerap kali justru dimaafkan. Apakah itu adil? 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar